29 Desember 2021

Cara Mempunyai Pohon Uang - Rahasia Aset Passive Income Orang Kaya

 


Pernah Membayangkan Memiliki Pohon Uang / Passive Income / Pendapatan Pasif?
Pernahkah teman2 terpikir untuk memiliki income tanpa harus bekerja?
Pernahkah teman2 membayangkan tidak akan pernah berpikir lagi tentang kekurangan uang?
Pernahkah teman2 memikirkan bagaimana rasanya uang datang sendiri tanpa dicari?
Uang tidak tumbuh dari pohon. Tapi kita dapat mempunyai Pohon Uang! Apa benar pohon uang itu ada?

Di video kali ini kita akan menjawab pertanyaan2 tentang pohon uang dan passive income / pendapatan pasif.

Sebelumnya kalau kamu belum nonton video saya yang berjudul bagaimana menjadi magnet uang.


Ada 2 tipe orang di dunia ini, yang pertama adalah ORANG yang mencari pendapatan dari bekerja membangun pohon uang orang lain. dengan kata lain pendapatannya hanya dari gaji saja. Yang kedua adalah orang yang membangun dan mengembangbiakan pohon uang nya sendiri.
95% orang, terperangkap di tipe yang pertama. Tidak ada salahnya memang, semua orang pasti mencari pendapatan untuk menghidupi dirinya sendiri dan Keluarga. Tapi akan jauh lebih baik bila kita fokus untuk membangun passive income/pendapatan pasif kita,





5 ASSET YANG HARUS KAMU PUNYA !!

 


Ini rahasia para orang kaya untuk anak nya yang tidak diajarkan disekolah. Sekolah tidak pernah mengajarkan tentang hal-hal yang esensi agar kita bisa survive kehidupan. Sekolah didesain pada era industri untuk mendidik manusia menjadi karyawan. Karena sekolah didesain untuk menjadikan manusia menjadi robot atau karyawan, banyak orang yang ngga paham tentang hal-hal yang akan kita bahas meskipun dia seorang Ph D atau pun profesor sekalipun.
Pantas saja yang kaya makin kaya.

Ada 5 Aset yang harus kamu punya. #1. Bisnis
Persentase wirausaha di Indonesia hanya 3,1% dari total seluruh jumlah penduduk. Pertanyaan saya bagaimana nasib 96,9% yang lain?
#2. Real Estate
Real Estate itu aset yang paling mudah untuk dibangun. Mengapa? Karena real estate adalah satu-satunya set yang bisa dibeli hanya dengan sepersepuluhnya, atau bahkan tanpa uang sama sekali. Tapi semua ada syarat yang harus kamu penuhi terlebih dahulu

#3. Paper Asset Di Saham, kamu bisa kaya instant, tapi bisa juga bangkrut instan. #4. Internet Bayangin aja kamu bisa - ngeprank dapet duit - komentar gaya busana artis dapet duit - main game jadi milyarder - foto-foto alay dapet endorse #5. Practical Intelligence Nomor 5 aset yang paling penting Nomor 5 tidak perlu uang

21 Desember 2021

FENOMENA AKHIR ZAMAN

Inilah beberapa kenyataan / hal-hal kecil yg sering kita lihat dalam kesehari-harian, beberapa  ciri-ciri / tanda-tanda kecil Akhir Zaman yg sdg terjadi :

  1. Banyak rumah semakin besar, akan tetapi keluarganya semakin kecil.
  2. Gelar semakin tinggi, akal sehat semakin rendah
  3. Pengobatan semakin canggih, kesehatan semakin buruk
  4. Travelling keliling dunia, tapi tidak kenal dengan tetangga sendiri
  5. Penghasilan semakinmeningkat, ketentraman jiwa semakin berkurang
  6. Kualitas ilmu semakin tinggi, akan tetapi kwalitas emosi semakin rendah
  7. Jumlah manusia semakin banyak, akan tetapi rasa kemanusiaan semakin menipis
  8. Pengetahuan semakin bagus, akan tetapi kearifan semakin berkurang
  9. Perzinahan semakin marak, akan tetapi kesetiaan semakin punah
  10. Semakin banyak teman di dunia maya, akan tetapi tidak mempunyai sahabat sejati
  11. Munuman semakin banyak jenisnya, akan tetapi air bersih semakin berkurang jumlahnya
  12. Pakai jam tangan mahal, akan tetapi tidak tepat waktu
  13. Ilmu semakin tersebar, akan tetapi adab dan ahlak semakin lenyap
  14. Belajar semakin mudah, akan tetapi semakin banyak guru yg tidak dihargai
  15. Teknologi informasi semakin canggih, akan tetapi Fitnah & aib semakin tersebar
  16. Orang yang rendah ilmu banyak bicara, akan tetapi orang yg byk ilmu terdiam
  17. Tontonan semakin banyak, tuntunan semakin berkurang. Akhirnya tontonan yg kurang baik, kurang mendidik berkembang jadi tuntunan, sehingga yg rusak semakin tambah rusak.

Semoga kita menyadari dan bebenah diri dengan Perkembangan Zaman Sekarang yang begitu memprihatinkan.

Semoga kita semua tetap berada didalam Lindung Allah S.W.T,.

Aamiin Ya robal alamiin.

   

20 Desember 2021

Boleh Pilih 5 Jenis (Merk) Motor Bertenaga Listrik 2021 di Indonesia

Semakin hari, semakin banyak produk2 dalam negeri bermunculan, khususnya Sepeda motor bertenaga Listrik. Disini akan di tayangkan 5 Jenis / Merk Sepeda Motor listrik yang sdh ada di Indonesia. Apa kelebihannya dan apa kekurangannya dari masing2 merk.


 

Hidup Adalah ujian Paling Sulit

 Beberapa orang gagal, karena mereka mencoba Meniru Orang Lain

Tanpa Menyadari Bahwa 

Setiap Orang Memiliki Kertas Ujian yang Berbeda.

15 Desember 2021

Ketika Kamu Sakit

 Ketika kamu sakit, Allah ambil 3 hal dari mu :

  1. Nafsu makan mu
  2. Keceriaan Wajahmu
  3. Dosa mu
Tapi ketika sembuh, Allah akan kembalikan semuanya, Kecuali DOSA.

Sungguh betapa Allah Maha Baik....

Motivasi Tentang Gunting & Jarum

 JANGAN  JADI SEPERTI GUNTING

WALAUPUN BERGERAK LURUS TAPI IA MEMISAHKAN

MAKA,

JADILAH JARUM, WALAU MENYAKITKAN TAPI IA MENYATUKAN.

03 Desember 2021

Forever And One - Helloween

"Forever And One (Neverland)", a powerful ballad written by singer Andi Deris, was the second single from HELLOWEEN's album "The Time Of The Oath" from 1996.



Love Of My Live - Queen

 Lagu jadul akan tetapi masih melegenda .... LOVE OF MY LIFE By Mreddy Mercury - Queen



Jawabnya Bisa Aja...

BIS apa yang paling kereen ?

BISa jadi gue.... 😅😅😅

BUS apa yang enak dipandang ?

BUSet Gue lagi ... 😅😅😅

LAGU apa yang paling disukai ?

LAGUe laahhh.... 😅😅😅

KURA2 apa yang paling manis ?

KURAsa gue juga ....... 😅😅😅

RAS apa yang paling baek ?

RASanya masih gue dech....😅😅😅

MAS apa yang lucu?

MASa gue lagi??.... 😅😅😅

Dialog Pasutri (Pasangan Suami Isteri)

Ayah    : Bu, jangan biasakan memberi nomor HP atau WA pada sembarang orang ya !

Ibu       : Iyaa, ayah...

Keesokan harinya ....

Ibu        : Ohh iya Yah, kemarin aku beli pulsa dikonter HP tapi nomornya ibu, tak palsukan agar                si konter gak tahu nomorku, itu kan pesan ayah kan....

Ayah       : ........ ?????

01 Desember 2021

Ayunan yang bergoyang sendiri


 

HUKUM WARIS ISLAM: SYARAT, RUKUN, DAN CARA HITUNG PEMBAGIAN

Jika berbicara tentang waris atau warisan, pasti akan selalu berkaitan dengan kehidupan manusia. Sebab seperti yang sudah diketahui bahwa manusia nantinya akan mengalami peristiwa kematian, yang mana hal tersebut sudah menjadi hukum alam. Waris sendiri adalah harta kekayaan ataupun hutang yang dimiliki dan ditinggalkan oleh pewaris (pemilik waris), ketika pewaris tersebut mengalami peristiwa kematian.

Sering kali terjadi permasalahan dalam hal kepengurusan dan juga keberlanjutan dari harta serta hak-hak properti yang ditinggalkan oleh pewaris yang sudah meninggal dunia. Sehingga tidak heran jika waris ini menjadi hal sensitif untuk dibicarakan dalam kehidupan manusia. Bahkan waris ini biasanya menjadi penyebab dalam terjadinya pertikaian di dalam keluarga. Hubungan keluarga bisa hancur hanya karena persoalan tentang waris dan pembagiannya yang dinilai tidak adil.

Bagi masyarakat Indonesia yang menganut agama Islam, merasa bahwa hal-hal tentang waris yang berdasarkan pada hukum waris Islam merupakan suatu keharusan sebagai konsekuensi ketaatan mereka dalam menjalankan ajaran syariat Islam. Untuk mengetahui lebih jelas terkait waris dan hukumnya berdasarkan ajaran Islam

Apa Itu Waris dalam Hukum Islam

Waris dalam pengertian hukum waris Islam merupakan aturan yang dibuat untuk mengatur dalam hal pengalihan atau perpindahan harta seseorang yang telah meninggal dunia kepada orang atau keluarga yang disebut juga sebagai ahli waris. Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam pada pasal 171 yang menjelaskan tentang waris, memiliki pengertian “Hukum waris islam sepenuhnya adalah hukum yang dibuat untuk mengatur terkait pemindahan hak kepemilikan harta peninggalan pewaris, serta menentukan siapa saja yang berhak menerima dan menjadi ahli warisnya, dan juga jumlah bagian tiap ahli waris”. Oleh karena itulah, di dalam hukum waris Islam juga tertera aturan dalam menentukan siapa yang akan menjadi ahli waris, jumlah bagian dari masing-masing para ahli waris, hingga jenis harta waris atau peninggalan apa yang diberikan oleh pewaris kepada ahli warisnya.

Sehingga banyak makalah hukum waris Islam yang mengatakan bahwa Al-Qur’an memang menjadi landasan utama sebagai dasar hukum dalam penentuan pembagian waris. Sebab seperti yang diketahui bahwa masih sangat sedikit ayat-ayat pada Al-Qur’an yang merincikan suatu hukum dengan detail, kecuali persoalan tentang hukum waris. Sedangkan untuk persoalan ketetapan dalam hal-hal pewarisan, biasanya bersumber dari hadis yang dikeluarkan oleh Rasulullah SAW.

Undang-undang yang Mengatur Wasiat dan Hukum Waris Islam di Indonesia

Dalam hukum waris Islam, tidak hanya membahas tentang pembagian harta yang ditinggalkan oleh pewaris. Tetapi juga terdapat aturan terkait peralihan harta yang ditinggalkan oleh pewaris karena meninggal dunia. Dalam peralihan harta dari pewaris ke ahli warisnya, ternyata terdapat tata caranya yaitu melalui cara wasiat.

Berbicara tentang hukum waris Islam yang memang berlandaskan pada ayat-ayat Al-Qur’an, hal-hal tentang wasiat juga ada dalam Al-Qur’an dan juga Hukum Islam Indonesia. Berikut beberapa di antaranya:

  • Dalam surah Al-Baqarah pada ayat 180, dijelaskan bahwa wasiat merupakan sebuah kewajiban bagi orang-orang yang bertaqwa kepada Allah SWT. Melihat dari gambaran tersebut, pengertian dari wasiat itu sendiri adalah sebuah pernyataan keinginan tentang harta kekayaan milik pewaris setelah meninggal nanti, yang mana hal ini dilakukan sebelum terjadinya kematian.
  • Tidak hanya dalam surah Al-Baqarah saja, hal-hal tentang wasiat juga tertera pada surah An-Nisa di ayat 11-12. Dalam ayat surah An-Nisa tersebut, menyatakan bahwa dalam hukum waris Islam kedudukan wasiat sangat penting sehingga harus didahulukan sebelum dilakukannya pembagian harta yang ditinggalkan oleh pewaris kepada para ahli warisnya.

Hukum waris Islam di Indonesia juga diatur dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam) sesuai dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991. Dimana KHI merupakan sebuah Peraturan Perundang-undangan yang menyangkut hal-hal Perwakafan, Perkawinan, termasuk juga hal-hal Pewarisan. KHI sendiri berlandaskan pada Al-Qur’an dan hadis Rasulullah, yang mana akan digunakan secara khusus oleh Pengadilan Agama untuk menjalankan tugasnya dalam menangani permasalahan keluarga masyarakat Islam di Indonesia.

KHI berisi tiga buku yang masing-masing nya dibagi menjadi beberapa Bab serta Pasal. Untuk bidang hukum waris Islam, terdapat di buku II KHI berjudul “Hukum Kewarisan”. Buku KHI bidang hukum waris Islam ini terdiri atas 6 Bab dan 44 Pasal. Rincian dari buku II KHI sebagai berikut:

 

·         Bab 1 : Ketentuan Umum       (Pasal 171)

·         Bab 2 : Ahli Waris                   (Pasal 172 – Pasal 175)

·         Bab 3 : Besarnya Bagian        (Pasal 176 – Pasal 191)

·         Bab 4 : Aul dan Rad               (Pasal 192 – Pasal 193)

·         Bab 5 : Wasiat                        (Pasal 194 – Pasal 209)

·         Bab 6 : Hibah                          (Pasal 210 – Pasal 214)

 Untuk hal-hal yang mengatur tentang wasiat dalam KHI, terdapat pada Bab V tepatnya di pasal 194 sampai pasal 209. Isinya kurang lebih seperti ini:

  • Pasal 194 sampai pasal 208 dalam hukum waris Islam KHI, mengatur terkait dengan wasiat biasa. Sedangkan pada pasal 209, lebih mengatur terkait wasiat khusus yang diberikan untuk orang tua angkat atau anak angkat.
  •  Pasal 195 dalam hukum waris Islam KHI, menjelaskan bahwa terdapat dua bentuk wasiat yaitu lisan dan tertulis (baik berupa akta di bawah tangan ataupun akta notaris). Kedua bentuk wasiat ini dianggap sah apabila disaksikan oleh setidaknya dua orang sebagai saksi.

KHI sebagai Hukum waris Islam sepenuhnya brainly, juga mengatur tentang pemberian wasiat. Dimana hukum ini menjelaskan bahwa pemberian harta waris dibatasi dengan ketentuan maksimal 1/3 dari harta waris milik pewaris, atau bisa lebih jika para ahli waris menyetujuinya. Tujuan dari adanya hukum batasan wasiat ini ialah untuk melindungi para ahli waris dan mencegah terjadinya praktik wasiat yang dapat merugikan para ahli waris.

Penggolongan Kelompok Ahli Waris dalam Hukum Waris Islam Menurut Kompilasi Hukum Islam

Melihat dari rincian Bab dan Pasal pada buku II hukum waris Islam KHI, hal-hal tentang ahli waris diatur dalam Bab 2 yang terdiri dari Pasal 172 sampai Pasal 175. Dalam Bab ini, Ahli waris diartikan sebagai orang yang mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dengan pewaris yang meninggal dunia. Tentunya orang tersebut juga beragama Islam serta tidak terhalang hukum untuk ketika akan menjadi ahli waris.

Dalam hukum waris Islam, terdapat penggolongan kelompok ahli waris yang langsung diatur oleh KHI. Penggolongan kelompok ahli waris tersebut diatur pada Pasal 174, berbunyii:

Penggolongan Kelompok Menurut Hubungan Darah

  • Golongan pria, yaitu ayah, anak pria, saudara pria, paman, dan juga kakek.
  • Golongan wanita, yaitu ibu, anak wanita, saudara wanita, dan juga nenek.

 Penggolongan Kelompok Menurut Hubungan Perkawinan

  • Kelompok ini terdiri dari janda ataupun duda.

Namun bila para ahli waris ada, yang paling berhak mendapatkan waris ialah anak, ibu, ayah, dan juga duda atau janda. Untuk urutan ahli waris, sebagai berikut:

  1.  Anak pria
  2. Anak wanita
  3. Ayah
  4. Ibu
  5. Paman
  6. Kakek
  7. Nenek
  8. Saudara pria
  9. Saudara wanita
  10. Janda
  11. Duda

Ada pula penggolongan kelompok ahli waris dari segi pembagian dalam hukum waris Islam KHI, yang dibagi menjadi tiga kategori yaitu:

  1. Kelompok ahli waris Dzawil Furudh, yang mendapat pembagian pasti. Terdiri dari, anak wanita, ayah, ibu, istri (janda), suami (duda), saudara pria atau saudari wanita seibu, dan saudara wanita kandung (seayah).
  2. Kelompok ahli waris yang tidak ditentukan pembagiannya, terdiri dari :Anak  pria dan keturunannya
  3. Kelompok ahli waris pengganti di atur pada Pasal 185 dalam hukum waris Islam KHI, yang mana berbunyi: Ahli waris mengalami peristiwa kematian lebih dahulu dari pewaris nya, maka kedudukannya bisa digantikan oleh :    

  •   Anak dari ahli waris tersebut (kecuali orang yang terhalang hukum sesuai Pasal 173).
  •   Keturunan dari saudara pria/wanita sekandung
  •  Nenek dan kakek dari pihak ayah
  • Nenek dan kakek dari pihak ibu 
  • Bibi dan paman beserta keturunannya, dari pihak ayah (bila tidak ada nenek dan kakek dari pihak ayah).

Rukun Warisan

Sama dengan persoalan-persoalan lainnya, waris juga memiliki beberapa rukun yang harus dipenuhi. Sebab jika tidak dipenuhi salah satu rukun tersebut, harta waris tidak bisa dibagikan kepada para ahli waris. Untuk menghindari hal tersebut, berikut beberapa rukun warisan berdasarkan hukum waris yang dilansir dari rumaysho. 

  • Orang yang mewariskan atau secara Islam disebut Al-Muwarrits, dalam hal ini orang yang telah meninggal dunia (mayit) yang berhak mewariskan harta bendanya.
  • Orang yang mewarisi atau Al-Warits, yaitu orang yang memiliki ikatan kekeluargaan dengan mayit berdasarkan sebab-sebab yang menjadikannya sebagai orang yang bisa mewarisi.
  • Harta warisan atau Al-Mauruts, merupakan harta benda yang ingin diwariskan karena ditinggalkan oleh mayit setelah peristiwa kematiannya.

Besaran Bagian Ahli Waris

Setiap ahli waris memiliki besaran bagian masing-masing dalam hukum waris Islam. Untuk mengetahui hal tersebut, kamu bisa melihat tabel pembagian harta warisan menurut Islam di bawah ini.

 Ahli Waris                              Besaran Bagian        Keterangan

1 anak wanita                          1/2                               Seorang diri

2 atau lebih anak wanita         2/3                               Bersama-sama

Anak wanita bersamaan         2 : 1                             2 untuk pria, dan 1 untuk wanita dengan

        anak pria

Ayah                                        1/3 atau 1/6                 Bila tidak ada keturunan / bila ada

         keturunan

Ibu                                           1/6 atau 1/3                 Bila ada keturunan atau saudara dengan

         jumlah 2 atau lebih / bila tidak                           ada keduanya          

Ibu                                           1/3                               Sisa dari duda atau janda bila bersama                                                                                        dengan ayah

Duda                                       1/2 atau 1/4                 Bila tidak ada keturunan/ bila ada                                                                                                keturunan


Janda                                      1/4 atau 1/8                 Bila tidak ada keturunan/ bila ada                                                                                                keturunan

       *tidak ada keturunan dan ayah

Saudara Pria dan                    1/6 atau 1/3                 Masing-masing / bila jumlah 2 atau lebih perempuan seibu                                                        bersamaan

Saudara Kandung Seayah     1/2  atau 2/3                 Bila sendiri / bila jumlah 2 atau lebih bersama-sama


Saudara Pria Seayah             2 : 1                             dengan Saudara Perempuan

Pengganti                                Tidak                           Dari ahli waris yang digantika

                                                melebihi           


Pembagian Warisan ke Anak Perempuan

Pembagian harta warisan menurut Islam untuk anak perempuan dapat dilihat dari kedudukan anak wanita tersebut. Bila anak wanita itu merupakan anak tunggal, maka warisan yang didapatkan nya adalah setengah bagian. Namun apabila memiliki 2 atau lebih anak wanita, maka secara bersama mendapatkan 2/3 bagian.

Berdasarkan hukum waris Islam, apabila pewaris memiliki anak wanita dan juga anak pria. Maka anak pria 2 : 1 anak wanita bagian yang didapatkan nya.

Pembagian Warisan ke Istri atau Janda

Pembagian harta warisan jika suami meninggal menurut Islam untuk istri atau janda adalah istri atau janda tersebut akan mendapatkan setengah bagian dari harta bersama dengan suaminya. Setengah lebih harta bersama (milik suami) akan dibagikan ke istri atau janda dan anak-anaknya, dengan besaran bagian sama besar untuk masing-masing. Namun sesuai dengan hukum waris Islam ketika suami meninggal, apabila suami tidak memiliki anak, maka istri atau janda akan mendapatkan seperempat bagian. Tetapi jika suami memiliki anak, maka istri atau janda mendapatkan seperdelapan bagian.

Pembagian Warisan ke Ayah

Hukum waris Islam mengatur pembagian warisan ke Ayah memiliki besaran bagian yang cukup besar. Dimana ayah dari pewaris akan mendapatkan sepertiga bagian dari jumlah warisan yang ditinggalkan oleh pewaris (anaknya). Namun kondisi tersebut berlaku selama pembagian warisan jika tidak punya anak laki-laki. Apabila pewaris memiliki keturunan, maka besaran bagian ayah lebih kecil sekitar seperenam bagian. 

Pembagian Warisan ke Ibu

Ibu pewaris juga berhak mendapatkan warisan. Dalam hukum waris Islam, Ibu akan mendapat sepertiga bagian dari jumlah warisan yang ditinggalkan oleh pewaris (anaknya) apabila tidak memiliki keturunan. Jika ada keturunan, maka ibu hanya mendapatkan seperenam bagian. Tetapi ini berlaku jika ibu sudah tidak bersama ayah. Jika masih bersama, maka ibu hanya mendapat sepertiga bagian dari hak istri atau janda. 

Pembagian Warisan ke Anak Laki-laki

Dalam hukum waris Islam, anak laki-laki memiliki bagian lebih besar dibandingkan dengan anak wanita dari pewaris. Sekitar dua kali lipat lebih besar bagiannya. Tetapi bila anak laki-laki itu anak tunggal, maka bagiannya menjadi setengah dari jumlah warisan pewaris (ayahnya).

Warisan Properti Pada Hukum Waris Islam

Warisan properti pada hukum waris Islam, tidak hanya berupa uang, perhiasan, ataupun benda berharga lainnya. Melainkan bisa juga warisan properti seperti tanah, sawah/ladang, dan juga rumah. Untuk pembagiannya sendiri tetap berdasarkan pada besaran bagian yang sudah di atur dalam hukum. 

Prosedur Pelaporan Peralihan Hak Properti Setelah Waris

Warisan properti yang diberikan biasanya menggunakan nama pewaris, sehingga tidak heran jika ahli waris ingin melakukan peralihan agar menggunakan namanya. Berikut prosedur yang perlu dilakukan :

  • Isi formulir permohonan dan pemohon harus menandatangani nya di atas materai.
  • Gunakan surat kuasa, jika pemohon dikuasakan.
  • Fotocopy KTP dan KK para ahli waris (pemohon), surat kuasa (jika dikuasakan), SPPT dan PBB sesuai tahun berjalan. Untuk dicocokkan dengan yang asli oleh petugas Kementerian     Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional di loket.
  • Membawa sertifikat asli warisan properti.
  • SK waris sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  • Akta wasiat notaris.
  • Penyerahan bukti BPHTB (SSB) untuk perolehan properti lebih dari Rp 60.000.000;
  • Penyerahan bukti pembayaran uang pemasukan (ketika pendaftaran hak)

Proses tersebut membutuhkan waktu sekitar lima hari jam kerja untuk proses peralihan hak properti. Untuk jumlah biaya, disesuaikan dengan nilai properti yang dikeluarkan oleh pihak berwenang.


Syarat Ahli Waris Berhak Dapat Warisan Menurut Hukum Waris Islam

Syarat bagi ahli waris yang berhak mendapatkan warisan menurut hukum waris Islam antara lain:

  • Pewaris dinyatakan meninggal dunia atau meninggal secara hukum (dinyatakan oleh    hakim).
  • Para ahli waris masih hidup ketika akan diwarisi.
  • Hubungan ahli waris dengan pewaris merupakan pernikahan, kekerabatan, ataupun        memerdekakan budak.
  • Menganut agama yang sama, yaitu Islam.

 

Dokumen Waris yang Perlu Dimiliki Ahli Waris untuk Mendapatkan Haknya

Para ahli waris yang ingin mendapatkan hak warisnya, perlu memiliki dokumen-dokumen waris yang sesuai dengan hukum waris Islam. Beberapa dokumen tersebut ialah:

  • Akta waris dan SK waris yang disahkan oleh lurah, dan ditetapkan oleh camat (WNI).
  • Membuat akta waris atau notaris (WNI keturunan Eropa, Arab, Tionghoa, dan India).

Cara Pembuatan Dokumen Waris

Cara pembuatan dokumen waris berdasarkan hukum waris Islam adalah dengan mempersiapkan berkas-berkas seperti: Fotocopy KTP dan KK ahli waris, surat pengantar dari RT dan RW (sebagai saksi) yang sudah ditanda tangani, surat nikah pewaris, akta kelahiran milik ahli waris. Nantinya kamu perlu mengajukan kepada kelurahan dan dikukuhkan oleh camat.

Hukum Waris Perdata

Hukum waris perdata belum terkodifikasi secara baik, karena masyarakat Indonesia beragam. Salah satu hukum waris Islam yang berlaku pada Perdata adalah hukum waris Barat (KUHPerdata BW). Hukum waris diatur bersama hukum benda, karena dianggap sebagai hak kebendaan (Pasal 528), dan merupakan cara limitative oleh undang-undang untuk memperoleh hak waris (Pasal 584).

Contoh Perhitungan

Berdasarkan hukum waris Islam, contoh perhitungan atau kalkulator waris Islam adalah sebagai berikut.

  • Jika suami meninggal dengan ahli waris ayah, ibu, istri, serta tiga anak (1 pria, 2 wanita).        Maka 1/6 bagian milik ayah dan ibu, 1/8 bagian milik istri, dan sisanya untuk anak dengan        bagian pria 2 : 1 wanita.
  • Jika ayah meninggal dengan ahli waris tiga anak pria, maka 1/3 bagian untuk tiap anak, atau bisa langsung dibagi menjadi tiga.
  • Jika ibu meninggal dengan ahli waris suami, ibunya, dan anak pria, maka 1/4 bagian milik suami, 1/6 bagian milik ibunya, dan sisanya untuk anak pria pewaris.

Jadi itulah gambaran contoh perhitungan waris berdasarkan hukum waris Islam yang mungkin akan membantu kamu kedepannya dalam hal pembagian waris.

Dari artikel ini, dapat diketahui bahwa banyak sekali hal-hal terkait hukum waris Islam di Indonesia. Mulai dari undang-undang yang mengatur, penggolongan kelompok ahli waris berdasarkan hukum waris Islam, bagaimana pembagiannya yang adil dan sah sesuai hukum waris Islam, hingga rukun atau syarat lainnya yang berkaitan dengan waris.

Perlu kamu ingat bahwa waris merupakan hal sensitif dalam kekeluargaan. Sehingga sebaiknya dalam hal pembagian perlu diperhatikan dengan baik, dan sebisa mungkin mengacu pada hukum waris Islam. Sebab masyarakat Indonesia sangat yakin dan taat pada apa yang sudah diatur dalam hukum waris Islam.






PEMBAGIAN HARTA GONO-GINI ATAU HARTA BERSAMA SETELAH PERCERAIAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 19741

ABSTRAK

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pembagian harta gono gini

atau harta bersama setelah terjadi perceraian dan seberapa pentingnya perjanjian perkawinan terhadap harta gono-gini atau harta bersama. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif disimpulkan :

 1.    Apabila perkawinan putus karena perceraian, maka harta bersama atau harta gono-gini diatur menurut hukumnya masing-masing. Tentang besaran bagian masing-masing  suami/isteri atas harta bersama jika terjadi perceraian dalam Undang-Undang Perkawinan tidak diatur.

2.    Pentingnya perjanjian perkawinan dibuat agar supaya membatasi atau meniadakan sama sekali kebersamaan harta kekayaan menurut undang-undang perkawinan. Artinya kebersamaan harta benda suami isteri itu sifatnya terbatas, yaitu hanya berkenaan dengan harta gono-gini saja. Atau perjanjian perkawinan juga dapat disebutkan bahwa tidak ada arta bersama sama sekali, melainkan harta suami tetap menjadi hartanya dan harta isteri juga  tetap menjadi hartanya  sendiri. Ketika akan dibagi, harta keduanya dipisahkan, dengan kata lain, tidak ada harta gono-gini sama sekali. 


PENDAHULUAN

 A. Latar Belakang

 Perkawinan merupakan ikatan suci antara seorang pria dan wanita, yang saling mencintai dan  menyayangi. Sudah menjadi kebutuhan hidup mendasar, bila setiap insan akan menikah. Umumnya, setiap orang berniat untuk menikah sekali seumur hidupnya saja. Tidak berniat terbesit bila di kemudian hari harus bercerai, lalu menikah lagi dengan orang lain, atau memilih untuk tetap sendiri.

 Namun pada kenyataannya justru bukan demikian. Tidak sedikit pasangan suami-istri, yang akhirnya harus memilih berpisah alias bercerai. Faktor ketidakcocokan dalam  sejumlah hal, berbeda persepsi serta pandangan hidup, paling tidak menjadi beberapa penyebab terjadinya perceraian. Memilih bercerai, berarti harus berhadapan dengan pengadilan. Sebab proses pengaduan gugatan perceraian yang sah menurut hukum, hanya dapat ditempuh melalui pengadilan saja. Persoalannya kemudian adalah banyak pasangan suami-isteri yang justru bingung sekaligus kesulitan, saat menempuh jalan proses Perceraian tersebut. Faktor utamanya tentu soal hukum. Ditambah lagi proses pengajuan gugatan perceraian, yang memang pada dasarnya berbelit-belit. Bahkan tidak jarang, bila proses perceraian yang rumit menguras banyak dana.

Dalam mengajukan gugatan perceraian, alasan memilih bercerai menjadi pertimbangan penting bagi pengadilan untuk menindaklanjuti gugatan cerai tersebut. Karena itu penggugat harus memilih alasan bercerai yang dibenarkan dan sah menurut hukum. Di lain sisi, alasan bercerai juga menjadi pertimbangan atau tolak ukur bagi pengadilan dalam memutuskan sejumlah persoalan lain yang terkait erat dengan proses perceraian itu sendiri. Misalnya pembuatan hak asuh anak, kebutuhan perkembangan mental anak, tuntutan  permohonan nafkah, serta persengketaan harta gono-gini. Semuanya merupakan satu kesatuan proses hukum yang harus dijalani secara utuh. Serta membutuhkan strategi, demi menghindarkan kesalahan dalam mengambil langkah dan keputusan. Kecerobohan yang berangkat dari ketidaktahuan soal proses hukum, serta ketiadaan strategi dalam melakukan proses gugatan cerai, akan berpotensi menimbulkan kerugian fisik, mental maupun finansial. Perbincangan keputusan harta gono-gini tabu di mata masyarakat. rupanya masyarakat masih memandang sebelah mata masalah ini. Pasangan suami isteri biasanya baru mempersoalkan pembagian harta gono-gini setelah adanya putusan perceraian dari pengadilan. Bahkan dalam setiap proses pengadilan sering terjadi keributan tentang pembagian harta gono-gini sehingga kondisi itu semakin memperumit proses perceraian di antara mereka karena masing-masing mengklaim bahwa harta “ini dan itu” merupakan bagian atau haknya. Sengketa harta gono-gini ini tidak dipikirkan oleh para calon pengantin yang akan menikah. Mereka hanya berpikir bahwa menikah itu untuk selamanya. Artinya, tidak berpikir sedikit pun oleh mereka bahwa suatu saat nanti perceraian itu mungkin saja terjadi. Mereka baru berpikir tentang harta gono-gini pada saat proses atau setelah terjadinya perceraian.

Untuk itulah perbincangan mengenai harta gono-gini ini perlu diangkat dalam wacana publik. Masyarakat memerlukan pengetahuan yang memadai tentang masalah ini yang justru akan membuka cakrawala pengetahuan kita, bahwa harta gono-gini itu perlu diketahui sejak awal perkawinan sepasang calon penganti. Persoalan mengenai harta gono-gini ini sering menjadi isu hangat di masyarakat kita. Yang pada akhirnya menyita perhatian media, terutama pemberitaan perceraian di antara sejumlah artis sampai pada perselisihan tentang pembagian harta gono-gini. Kasuskasus perceraian mengenai pembagian harta gono-gini di kalangan artis atau pejabat sering di-blow up oleh media masa.

B. RUMUSAN MASALAH

 

1.    Bagaimanakah pembagian harta gono-gini atau harta bersama setelah terjadi perceraian?

2.    Seberapa pentingnya perjanjian perkawinan terhadap harta gono-gini atau harta bersama?

 C. METODE PENELITIAN

 Tipe penelitian hukum yang dilakukan adalah yuridis normatif  dengan pertimbangan bahwa titik tolak penelitian analisis terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pembagian harta gono-gini atau harta bersama setelah perceraian.


PEMBAHASAN

 A.   Pembagian Harta Gono-Gini Atau Harta Bersama Setelah Perceraian

Harta gono-gini adalah harta benda yang dihasilkan oleh suami istri selama masa  perkawinan mereka. Perkawinan yang dimaksud adalah perkawinan yang sah. Perkawinan yang sah setelah tahun 1974 diatur di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Harta gono-gini menjadi milik bersama suami istri itu, walaupun yang bekerja hanya suai atau istri saja. Tentang sejak kapan terbentuknya harta gono-gini, ditentukan menurut rasa keadilan masingmasing pihak, namun secara umum ditentukan menurut kewajaran, bukan waktu. 

Pembagian harta gono-gini bagusnya dilakukan secara adil, sehingga tidak    menimbulkan ketidakadilan antara mana yang merupakan hak suami dan mana hak isteri.

Menurut Erna Wahyuningsih dan Putu Samawati menjelaskan bahwa cara  mendapatkan harta bersama, sebagai berikut

:

a.    Pembagian harta bersama dapat diajukan bersamaan dengan saat mengajukan gugat

cerai dengan menyebutkan harta bersama dan bukti-bukti bahwa harta tersebut diperoleh selama perkawinan dalam “Potista” (Alasan mengajukan gugatan).

Permintaan pembagian harta disebutkan dalam petitum (gugatan).

b.   Pembagian harta bersama diajukan setelah adanya putusan perceraian, artinya mengajukan gugatan atas harta bersama.

Bagi yang beragama Islam gugatan atas harta bersama diajukan ke pengadilan agama di wilayah tempat tinggal isteri. Untuk non-Islam gugatan pembagian harta bersama diajukan ke pengadilan negeri tempat tinggal termohon.

 

Harta bersama baru dapat dibagi bila putusnya hubungan perkawinan karena kematian mempunyai ketentuan hukum yang pasti sejak saat kematian salah satu pihak, formal mulai saat itu harta bersama sudah boleh dibagi. Apabila keputusan hakim yang menentukan putusnya hubungan perkawinan belum mempunyai kekuatan pasti, maka harta bersama antara suami dan isteri itu belum dapat dibagi.


Menurut Yurisprudensi Mahkamah Agung RI tertanggal 9 Oktober 1968 Nomor 89K/Sip/19689 , selama seorang janda tidak kawin lagi dan selama hidupnya harta bersama dipegang olehnya tidak dapat dibagi guna menjamin penghidupannya. Dalam Pasal 156 Komplikasi Hukum Islam putusnya perkawinan karena perceraian terhadap harta bersama adalah harta bersama tersebut dibagi menurut ketentuan sebagaimana tersebut dalam Pasal 97 yang memuat ketentuan bahwa janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.


Ketentuan dalam Inpres Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Komplikasi Hukum Islam Pasal 97 dan selaras dengan ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu cara pembagiannya biasanya adalah dengan membagi rata, masing-masing (suami-isteri) mendapat setengah bagian dari harta gono-gini tersebut. Harta bersama ini tidak dapat

disamakan dengan harta warisan, karena harta warisan adalah harta bawaan, bukanlah harta bersama. Oleh sebab itu, harta warisan tidak dapat dibagi dalam pembagian harta gono-gini sebagai akibat perceraian. Hal inilah yang menjadi pegangan pengadilan agama dalam memutus pembagian harta gono-gini tersebut.

 

Diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, kewenangan mengadili sengketa harta bersama bagi orang yang beragama Islam mulanya merupakan sesuatu hal yang dipermasalahkan. Hal ini disebabkan karena Pasal 35 dan Pasal 36 Undang-Undang tersebut tidak menunjuk secara tegas bahwa sengketa harta bersama bagi orang yang beragama islma diselesaikan melalui peradilan agama.


Walaupun sebenarnya telah memberi sinyal kewenangan kepada peradilan agama untuk menyelesaikannya. Hal ini terlihat pada Pasal 37 tersebut : “Bila Perkawinan terputus  karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing”.  Pasal ini  seharusnya ditafsirkan sedemikian rupa, sehingga apabila orang yang bersengketa itu beragama Kristen maka diselesaikan menurut hukum mereka, begitu pula jika yang bersengketa itu beragama Islam, maka diselesaikan menurut hukum Islam. Tetapi, oleh karena sengketa harta bersama masih dianggap termasuk dalam lembaga hukum adat, maka kewenangan itu tetap berada di pengadilan negeri, sekalipun yang bersengketa itu orang beragama Islam. Setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama pada 29 Desember 1989, melalui Pasal 49 dan penjelasan Ayat (2) angka  (10) ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan bidang perkawinan yang di atur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan antara lain adalah penyelesaian “harta bersama”.


Undang-Undang tentang Peradilan Agama tersebut tidak memformulasi harta bersama

secara spesifik, oleh karena itu untuk formula harta bersama harus dilihat ketentuan Pasal, 35, 36, dan 37 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Dalam Pasal tersebut disebutkan bahwa yang termasuk harta bersama adalah harta benda yang diperoleh selama perkawinan.

Ketentuan mengenai pembagian dan besar porsi perolehan masing-masing suami isteri dari harta bersama apabila terjadi perceraian, baik cerai hidup maupun cerai mati, atau suami isteri hilang, kita jumpai di dalam ketentuan Pasal 96 dan Pasal 97 Komplikasi Hukum Islam. Pasal 96 berbunyi: “1) Apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi hak pasangan hidup lebih lama; 2). pembagian harta bersama bagi seorang suami atau isteri yang isteri atau suaminya hilang harus ditangguhkan sampai adanya kepastian matinya yang hakiki atau matinya secara hukum atas dasar Putusan Pengadilan Agama

     

    Pasal 97 berbunyi : Janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan. Pasal-Pasal di atas menegaskan bahwa pembagian harta bersama antara suami dan isteri yang cerai hidup maupun cerai mati, atau karena salah satunya hilang, masing-masing mereka mendapat seperdua atau setengah harta bersama. Tidak diperhitungkan siapa yang bekerja, dan atas nama siapa harta bersama itu terdaftar. Selama harta benda itu diperoleh selama dalam masa perkawinan sesuai dengan Pasal 35 dan Pasal 36 Undang-Undang Perkawinan, maka harta yang diperoleh tersebut merupakan harta bersama, dan dibagi dua antara suami dan isteri.


Ketentuan Pasal-Pasal di atas telah menggeser secara tegas ketentuan pembagian harta bersama yang berlaku pada masyarakat adat di Indonesia seperti pada masyarakat adat Aceh dan masyarakat ada di Jawa tersebut di atas. Mahkamah Agung telah mendukung ketentuan yang tercantum dalam Pasal 96 dan Pasal 97 Komplikasi Hukum Islam tentang pembagian harta bersama serta besaran perolehan masing-masing suami-isteri dengan putusan-putusannya.


Jika salah satu meninggal terlebih dahulu lazimnya harta gono-gini berada di bawah penguasaan dan pengelolaan salah satu yang hidup, sebagaimana halnya saat masa perkawinan. Pihak yang masih hidup berhak menggunakan harta milik bersama itu untuk keperluan hidupnya serta anak-anak yang masih kecil, tetapi jika keperluan hidupnya sudah cukup diambilkan harta bersama itu, maka sebagian lain selayaknya almarhum setelah dikurangi hutang-hutang.14 Jika ada anak, maka harta bersama itu diwariskan kepada anak sebagai harta asal mereka. Jika yang meninggal terlebih dahulu itu suami, maka selama janda belum kawin lagi, barang-barang harta gono-gini yang tertinggal padanya itu tetap tidak dibagi-bagi, guna menjamin kehidupannya demikianlah putusan Mahkamah Agung Reg. No. 189 K/Sio./1959, tanggal 8 Juli 1959 yang mengatakan bahwa selama janda belum kawin lagi, harta bersama tetap dikuasai janda guna keperluan hidupnya. Sedangkan jika tidak ada anak, maka sesudah yang hidup lebih lama lagi tadi itu (janda atau duda), maka harta tersebut wajib secara hukum dibagikan kepada kerabat suami dan isteri dengan jumlah yang sama besar sebesar bagian suami isteri itu jika mereka masih hidup, atau jika pantas maka yang sudah berkecukupan mengalah dan diberikan kepada yang berkekurangan berdasarkan asas kepantasan dan kelayakan.


Pembagian harta gono-gini ini tidak dapat digugat oleh sembagarang ahli waris apalagi orang lain. Menurut putusan Mahkamah Agung Reg. No. 258 K/Sip./1959, tanggal 8 Agustus 1959 bahwa pembagian gono-gini tidak dapat dituntut oleh orang lain dari pada anak atau isteri atau suami dari yang meninggalkan gonogini. Dalam Undang-Undang Perkawinan, pengaturan harta bersama tersebut belum memperoleh penyelesaian yang tuntas. Pasal 37 menyebutkan bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. Adapun yang dimaksud rumusan “hukumnya masing-masing: adalah hukum agama, hukum adat dan hukum-hukum lainnya.

 

B.     Pentingnya Perjanjian Perkawinan Terhadap Harta Gono-Gini Atau Harta Bersama

 

Perjanjian perkawinan diperlukan untuk mempermudah dalam memisahkan mana yang merupakan harta bersama dan mana yang bukan agar jika terjadi perceraian, pembagian harta gono-gininya dapat dengan mudah diselesaikan. Dengan jalan ini, perselisihan antar mantan suami isteri yang bercerai tidak perlu berkepanjangan. Apalagi mereka harus memecahkan persoalan-persoalan lain yang berkenaan dengan pemutusan hubungan perkawinan mereka. Untuk itulah, perjanjian perkawinan tetap penting dan bermanfaat bagi siapa saja, tidak memandang harta, jabatan, atau kekuasaan.


Perjanjian perkawinan dibuat untuk melindungi secara hukum harta bawaan masing-masing pihak suami isteri. Artinya perkawinan dapat berfungsi sebagai media hukum untuk menyelesaikan masalah-masalah rumah tangga yang terpaksa harus berakhir, baik karena perceraian maupun kematian. Dengan adanya perjanjian perkawinan, maka akan jelas dibedakan mana yang merupakan harta gono-gini yang perlu dibagi dua secara merata.


Perjanjian perkawinan juga berguna untuk mengamankan aset dan kondisi ekonomi keluarga. Jika suatu saat terjadi penyitaan terhadap seluruh aset keluarga karena bisnis

bangkrut, dengan adanya perjanjian Perkawinan “sekoci” ekonomi keluarga akan bisa aman. Ketika hendak membuat perjanjian perkawinan, pasangan calon pengantin biasanya memandang bahwa perkawinan itu tidak hanya membentuk sebuah rumah tangga saja, namun ada sisi lain yang harus dimasukkan dalam poin-poin perjanjian. Tujuannya, tidak lain agar kepentingan mereka tetap terjaga. Perjanjian perkawinan juga sangat bermanfaat bagi kaum perempuan. Dengan adanya perjanjian perkawinan, maka hak-hak dan keadilan kaum perempuan (isteri) dapat terlindungi. Perjanjian perkawinan dapat dijadikan pegangan agar suami tidak memonopoli harta gono-gini dan harta kekayaan pribadi isterinya. Disamping itu, dari sudut pemberdayaan perempuan, perjanjian tersebut bisa menjadi alat perlindungan perempuan dari segala kemungkinan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Perjanjian perkawinan memang tidak diharuskan. Hanya banyak manfaat yang bisa dirasakan jika sebuah perkawinan itu juga diserta adanya perjanjian perkawinan terlebih dahulu. Pemikiran tentang perlu atau tidaknya perjanjian perkawinan itu biasanya didasarkan atas kesepakatan antara calon suami dan calon isteri yang akan berumah tangga. Jika salah satu dari mereka tidak setuju, hal itu tidak bisa dipaksakan. Disebabkan sifatnya yang tidak wajib, tidak adanya perjanjian perkawinan tidak lantas menggugurkan status perkawinan mereka. Perbuatan perjanjian perkawinan lebih didorong karena adanya kemungkinan hak-hak dari pihak yang terganggu jika perkawinan mereka dilangsungkan.


Perjanjian perkawinan (prenuptial agreement) biasanya berupa perjanjian antara calon suami isteri yang akan melangsungkan perkawinan dengan ketentuan mereka sepakat untuk mengadakan perjanjian pisah harta, yaitu harta yang mereka miliki bukan harta gono-gini, namun menjadi harta pribadi masing-masing. Meskipun demikian, isi perjanjian itu sesungguhnya tidak hanya memuat ketentuan itu.


Berdasarkan ketentuan yang berlaku dalam hukum positif misalnya KUHPerdata, kedua calon suami isteri diberikan kebebasan untuk menentukan isi perjanjian perkawinan asalkan sesuai dengan kehendak dan kepentingan mereka, dan juga tidak bertentangan dengan tata susila, tata hukum, tata agama, dan tata tertib masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa isi perjanjian perkawinan adalah beragam.

 

1.    Pemisahan harta kekayaan murni

Kedua belah pihak bersepakat untuk memisahkan segala macam harta, utang, dan penghasilan yang mereka peroleh, baik sebelum perkawinan maupun sesudahya. Jika terjadi perceraian di antara mereka, tidak ada lagi pembagian harta gono-gini karena mereka telah memperjanjikan pemisahan harta, utang, dan penghasilan mereka selama masa perkawinan. Dalam model ini, biaya pendidikan dan kebutuhan anak menjadi tanggung jawab suami sebagai kepala rumah tangga. Jika perjanjian perkawinan mengatur tentang pemisahan harta gono-gini, seorang suami tetap berkewajiban menafkahi isteri dan anak-anaknya, meskipun dalam perjanjian perkawinan telah ditetapkan pemisahan hartanya dengan harta isterinya.

 

2.    Pemisahan harta bawaan

Bedanya dengan yang diatas, dalam isi perjanjian ini kedua belah pihak hanya saling memperjanjikan macam harta bawaan saja, yaitu harta, utang, dan penghasilan yang mereka dapat sebelum perkawinan. Artinya jika nantinya mereka bercerai, yang dibagi adalah harta gono-gini saja, yaitu harta yang dihasilkan selama perkawinan menjadi hak masing-masing pasangan.

 3.    Persatuan harta kekayaan

Perjanjian perkawinan juga bisa memuat ketentuan tentang percampuran harta kekayaan menurut ketantuan Pasal 49 Ayat (1) Komplikasi Hukum Islam, pasangan calon suami isteri dapat memperjanjikan percampuran harta kekayaan mereka, baik yang mencakup harta gono-gini, harta bawaan, harta perolehan. Meskipun demikian, perjanjian perkawinan tentang percampuran harta kekayaan juga bisa mencakup harta gono-gini saja, tidak mencakup dua macam harta lainnya.

      Suami isteri dapat memperjanjikan ketentuan bahwa meskipun mereka telah memberlakukan persatuan kekayaan, namun tanpa persetujuan isteri, suami tidak dapat memindahtangankan atau membebani barangbarang tidak bergerak milik isteri, surat-surat pendaftaran dalam buku besar tentang perutangan umum, surat berharga lainnya, dan piutang-piutang atas nama isteri. Isi perjanjian perkawinan sebenarnya tidak hanya berupa ketentuan tentang pemisahan atau persatuan harta kekayaan pasangan suami isteri, tetapi juga berisi hal-hal lain di luar masalah harta benda perkawinan. Perjanjian perkawinan juga dapat mencantumkan poinpoin lain di luar masalah harta benda, asalkan isinya dapat disepakati oleh masing-masing pasangan calon pengantin. Perjanjian perkawinan itu bisa mencakup persoalan poligami, mahar, perceraian, dan kesempatan isteri untuk menempuh pendidikan lebih lanjut. Atau isinya juga bisa perihal larangan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), seperti yang pernah dilakukan artis Rieke Diah Pitaloka dengan suaminya. Dengan demikian perjanjian perkawinan tidak semata-mata persoalan mengatur harta suami isteri.


PENUTUP

A.     KESIMPULAN


1.  Apabila perkawinan putus karena perceraian, maka harta bersama atau harta gono-gini  diatur menurut hukumnya masing-masing. Tentang besaran bagian masing-masing suami/isteri atas harta bersama jika terjadi perceraian dalam Undang-Undang Perkawinan tidak diatur.


2. Pentingnya perjanjian perkawinan dibuat agar supaya membatasi atau meniadakan sama sekali kebersamaan harta kekayaan menurut undang-undang perkawinan. Artinya bebersamaan harta benda suami isteri itu sifatnya terbatas, yaitu hanya berkenaan dengan harta gono-gini saja. Atau perjanjian perkawinan juga dapat disebutkan bahwa tidak ada harta bersama sama sekali, melainkan harta suami tetap menjadi hartanya dan harta isteri juga tetap menjadi hartanya sendiri. Ketika akan dibagi, harta keduanya dipisahkan, engan kata lain, tidak ada harta gono-gini sama sekali.

 

B.     SARAN


1. Sebaiknya Pemerintah harus merevisi Undang-Undang Perkawinan yang ada di Indonesia, terutama terhadap Pasal 37 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, agar supaya terdapat kepastian hukum dan kejelasan mengenai pembagian harta gono-gini, agar tidak terdapat tumpang tindih di dalamnya.

2.   Perlu disosialisasikan lebih lanjut kepada masyarakat mengenai pentingnya perjanjian perkawinan diadakan atau dibuat sebelum kedua calon pasangan suami isteri, agar supaya dikemudian hari dapat mengantisipasi jika terjadi permasalahan mengenai pembagian harta gono-gini.

 


DAFTAR PUSTAKA


1.   LITERATUR

·        Ali Afandi, Hukum Waris, Hukum Keluarga Dan Hukum Pembuktian, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1977.

·       Bahari, Adib, Tata Cara Gugatan Cerai, Pembagian Harta Gono-Gini, dan Hak Asuh Anak, Cetakan Pertama, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2016.

·       Dja’is Mochammad,  Hukum Harta Kekayaan dalam Perkawinan, Seksi Hukum Perdata Fakultas Hukum Diponegoro, Semarang.

·       H. M. Anshary, Hukum Perkawinan di Indonesia Masalah Masalah Krusial, Cetakan Pertama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010.

·       Hadikusuma, Hilman, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama, Mandar Maju, Bandung, 2007.

·       Harahap, M. Yahya, Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, Sinar Grafika, Jakarta, 2005.

·       Hartanto, J. Andi, Hukum Harta Kekayaan Perkawinan (Menurut Wetboek dan Undang-undang Perkawinan, Cetakan Kedua, Lasbang Grafika, Yogyakarta, 2012.

·       Ibrahim, Johnny, Teori Metode dan Penelitian Hukum Normatif, Cetakan Pertama, Bayumedia Publishing, Malang-Jawa

·       Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Perkawinan di Indonesia, cetakan Keenam, Sumur,Bandung, 1974.

·       Rato, Dominikus, Hukum Perkawinan dan Waris Adat di Indonesia (Sistem Kekerabatan, Perkawinan dan Pewarisan Menurut Hukum Adat), Laksbang Pressindo, Yogyakarta, 2015.

·       Saifuddin,Muhammad dkk,Hukum Perceraian, Cetakan Pertama, Sinar Grafika,Jakarta, 2013.

·       Satrio, J, Hukum Harta Perkawinan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991.

·     Soekanto dan Sri Mamudji, Soerjono, Penelitian Hukum Normatif, CV.Rajawali, Jakarta, 1983.

· Soemiati, Hukum Perkawinan Islam Dan Undang-Undang Perkwinan, Liberty, Yogyakarta, 1997.

·      Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 1985.

·   Susanto, Dedi, Kupas Tuntas Masalah Harta Gono-Gini, Cetakan Pertama, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2011.

·      Susanto, Happy, Pembagian Harta Gono-Gini Saat Tejadi Perceraian, Cetakan kedua, Visi Media, Jakarta, 2008.

·    Susilo, Budi, Prosedur Gugatan Cerai, Cetakan Ketiga, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2008.

·       Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar

·       Bahasa Indonesia Edisi Kedua, Balai Pustaka, Jakarta, 1997.

·     Wahyuningsih, Erna, dan Putu Samawati, Hukum Perkawinan Indonesia, PT. Rambang Palembang, 2006.

·   Wignjodipoero, Soerojo, Pengantar dan AsasAsas Hukum Adat, Gunung Agung, Jakarta, 1995.

 

2.   SUMBER-SUMBER LAIN

     ·         Abdul Manan, dalam Mimbar Hukum Nomor 33 Tahun 1997.

     ·         Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

     ·         Kompilasi Hukum Islam.

     ·         Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.

     ·         Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

     ·         Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, tanggal 7 November 1956.

     ·         Putusan Mahkamah Agung Nomor 13.K/Sip/1961/ tanggal 01 Februari 1961.

     ·         Yurisprudensi Mahkamah Agung RI tertanggal 9 Oktober 1968 Nomor 89K/Sip/1968.

     ·         Yurisprudensi konstan Mahkamah Agung RI Nomor 803K/Sip/1970, tanggal 5 Mei                   1970.

     ·         Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 803K/Sip/1970 tanggal 5 Mei 1971.


Amalan yang bisa membuat kebahagiaan dunia & Akhirat

 BARANG SIAPA MENGAMALKAN INI DOSA BESAR SEKALIPUN ALLAH AMPUNI