28 Februari 2023

Apa itu PENINJAUAN KEMBALI (PK)

PENINJAUAN KEMBALI / PK

 

Putusan kasasi merupakan putusan yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap, oleh karena itu jika masih tidak puas dengan putusan kasasi, para pihak dapat mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung melalui panitera pengadilan negeri.

 

Permohonan peninjauan kembali diajukan tidak hanya atas ketidakpuasan terhadap putusan kasasi, tetapi terhadap segala putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dalam arti terhadap putusan pengadilan negeri yang tidak diajukan banding dapat diajukan peninjauan kembali, terhadap putusan pengadilan tinggi yang tidak diajukan kasasi dapat dimohon peninjauan kembali.

 

Namun, upaya hukum peninjauan kembali hanya dapat diajukan satu kali. Oleh karena itu, jika masih ingin melakukan upaya hukum, hal tersebut sudah tertutup. Pada waktu mengajukan peninjauan kembali, pemohon peninjauan kembali harus memiliki bukti baru yang tidak pernah dikemukakan sebelumnya, dan apabila itu dikemukakan pada persidangan sebelumnya, putusannya akan menjadi lain, atau memiliki bukti bahwa hakim telah salah dalam menerapkan hukum.

 

Prosedur pengajuan permohonan peninjauan kembali dapat dilakukan secara lisan atau secara tertulis oleh orang yang pernah menjadi salah satu pihak dalam sengketa perdata kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia, melalui pengadilan negeri yang memutuskan perkaranya pada tingkat pertama.

 

Permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan. Selama belum ada putusan, permohonan peninjauan kembali yang hanya dapat diajukan satu kali itu dapat dicabut. Mahkamah Agung Republik Indonesia memutus permohonan peninjauan kembali pada tingkat pertama dan tingkat terakhir. Ini menegaskan bahwa permohonan peninjauan kembali hanya diajukan satu kali, dan dikenal suatu istilah'tidak ada peninjauan kembali di atas peninjauan kembali'.

 

Permohonan peninjauan kembali dapat dilakukan apabila dalam putusan mengenai perkara yang bersangkutan ditemukan hal-hal sebagai berikut:


1. Adanya suatu kebohongan, tipu muslihat, atau bukti-bukti palsu, yang untuk itu semua telah dinyatakan pula oleh hakim pidana. Peninjauan kembali dapat diajukan dengan masa tenggang waktu 180 hari sejak diketahuinya kebohongan, tipu muslihat, atau bukti-bukti palsu berdasarkan putusan hakim pidana.

2. Adanya surat-surat bukti yang bersifat menentukan, jika surat-surat bukti dimaksud dikemukakan ketika proses persidangan berlangsung. Bukti semacam itu disebut pula dengan istilah novum. Peninjauan kembali dapat diajukan dengan masa tenggang waktu 180 hari sejak diketahui atau ditemukannya bukti baru (novum).

3. Adanya kenyataan bahwa putusan hakim mengabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut. Peninjauan kembali dapat diajukan dalam tenggang waktu 180 hari sejak putusan memiliki kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada pihak-pihak yang berperkara.

4. Adanya bagian mengenai suatu tuntutan dalam gugatan yang belum diputus tanpa ada pertimbangan sebab-sebabnya. Peninjauan kembali diajukan dengan masa tenggang waktu 180 hari sejak putusan mempunyai kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada pihak-pihak yang berperkara.

5. Adanya putusan yang saling bertentangan, meskipun para pihaknya sama, mengenai dasar atau soal yang sama, atau sama tingkatannya. Peninjauan kembali ditujukan dengan masa tenggang waktu 180 hari sejak putusan mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan telah diberitahukan kepada pihak-pihak yang berperkara.

6. Adanya kenyataan bahwa putusan itu mengandung suatu kekhilafan atau kekeliruan yang nyata sehingga merugikan pihak yang bersangkutan. Peninjauan kembali dapat diajukan dengan masa tenggang waktu 180 hari sejak putusan mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan telah diberitahukan kepada pihak-pihak yang berperkara.



Terhitung selama 14 hari kerja sejak ketua pengadilan negeri yang memeriksa perkaranya menerima permohonan peninjauan kembali, pihak panitera berkewajiban menyampaikan salinan permohonan peninjauan kembali kepada pihak lawannya. Pihak lawan yang akan mengajukan jawaban atau permohonan peninjauan kembali, hendaknya diajukan dalam tempo selama 30 hari. Jika jangka waktu tersebut terlampaui, permohonan peninjauan kembali segera dikirimkan ke Mahkamah Agung Republik Indonesia.



Mengapa terjadi Putusan Peninjauan Kembali?

Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum apa?


Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Bab XVIII UU Nomor 8 Tahun 1981, peninjauan kembali merupakan salah satu upaya hukum luar biasa dalam sistem peradilan di Indonesia.


Ada Pertanyaan ?


Jika suatu putusan pidana yang telah berkekuatan hukum tetap diajukan Peninjauan Kembali (PK), kemudian PK dikabulkan. Apakah putusan PK yang dikabulkan menjadi putusan yang berkekuatan hukum tetap? Lalu bagaimana status putusan sebelumnya (yang dimintakan PK), masihkah disebut putusan berkekuatan tetap?.


Ulasan :

Berdasarkan Pasal 1 angka 12  Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), pengertian upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali (“PK”) dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam KUHAP.

 

KUHAP membagi lagi upaya hukum menjadi 2 jenis, yaitu upaya hukum biasa yang disebutkan pada BAB XVII KUHAP, dan upaya hukum luar biasa yang disebutkan pada BAB XVIII KUHAP. Upaya hukum biasa terdiri dari banding dan kasasi. Sedangkan upaya hukum luar biasa terdiri dari kasasi yang diajukan oleh Jaksa Agung dan PK.

 

Kemudian, pengertian putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) dalam kaitannya dengan putusan pidana, dapat ditemukan di dalam peraturan perundang-undangan, yaitu dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi (“UU Grasi”) sebagaimana telah diubah dengan  Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 Tentang Grasi (“UU 5/2010”) yang berbunyi:


Yang dimaksud dengan “putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap” adalah :
1. Putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak diajukan banding atau kasasi dalam waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana;

2. Putusan pengadilan tingkat banding yang tidak diajukan kasasi dalam waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana; atau

3. Putusan kasasi.
 
M. Yahya Harahap dalam buku Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali (hal. 615) menjelaskan sebagai berikut:
 
Selama putusan belum mempunyai kekuatan hukum tetap, upaya peninjauan kembali tidak dapat dipergunakan. Terhadap putusan yang demikian hanya dapat ditempuh upaya hukum biasa berupa banding atau kasasi. Upaya hukum peninjauan kembali baru terbuka setelah upaya hukum biasa (berupa banding dan kasasi) telah tertutup. Upaya hukum peninjauan kembali tidak boleh melangkahi upaya hukum banding dan kasasi.
 
Berdasarkan pendapat Yahya Harahap tersebut, dapat diketahui bahwa putusan yang diajukan PK haruslah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Permintaan untuk dilakukan PK justru karena putusan telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan sudah tidak dapat lagi dilakukan banding atau kasasi. Pendapat Yahya tersebut berkaitan dengan Pasal 268 ayat (1) KUHAP. Yang mengatakan bahwa permintaan PK atas suatu putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, tidak menangguhkan maupun menghentikan pelaksanaan dari putusan tersebut.
 
Berdasarkan Pasal 263 ayat (2) KUHAP, permintaan PK dilakukan atas dasar:

a. Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;

b. Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain;

c. Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
 
Terhadap putusan bebas dan putusan lepas dari segala tuntutan hukum tidak bisa dilakukan upaya hukum PK. Hal ini ditegaskan dalam bunyi dari Pasal 263 ayat (1) KUHAP adalah:
 
Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum. Terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.
 
Namun terhadap putusan bebas dan lepas dari segala tuntutan hukum, bisa dilakukan upaya hukum kasasi berdasarkan Pasal 244 KUHAP jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-X/2012 dan kasasi demi kepentingan hukum yang diajukan oleh Jaksa Agung (Pasal 259 KUHAP). Baca juga artikel Upaya Hukum Terhadap Putusan Bebas dan Putusan Lepas.
 
Perlu dipahami bahwa PK hanya dapat dilakukan terhadap putusan pengadilan tingkat pertama, atau tingkat banding, atau tingkat kasasi yang telah berkekuatan hukum tetap. Dikatakan berkekuatan hukum tetap karena para pihak menerima putusan tersebut dengan tidak mengajukan upaya hukum biasa.
 
Atau bisa jadi para pihak tidak menerima putusan berkekuatan hukum tersebut dikarenakan telah lewat jangka waktu untuk pengajuan upaya hukum biasa.[1] Perlu diketahui bahwa menurut Pasal 235 ayat (1) jo. Pasal 247 ayat (4) KUHAP, pengajuan upaya hukum biasa hanya bisa dilakukan 1 Kali.
 
Dalam buku berjudul Kitab Undang-Undang Acara Pidana dengan Penjelasan Resmi dan Komentar (Hal. 222-223), yang ditulis oleh M. Karjadi dan R. Soesilo, menurut Martiman Prodjokamidjojo, S.H. penjelasan Pasal 263 KUHAP diantaranya adalah sebagai berikut :
 
1. Asas bahwa suatu putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap tidak bisa dirubah, berarti bahwa suatu perkara yang sama tidak dapat diajukan untuk kedua kalinya ke pengadilan. Asas ini dinamakan asas nebis in idem;

2. Pengajuan Peninjauan Kembali pada dasarnya bahwa hakim adalah hanya manusia belaka yang tidak terlepas dari kekeliruan dan jauh dari pada sempurna. Dan hal-hal yang diajukan ke mahkamah agung ini (PK), jika dahulu diketahui atau diketemukan di persidangan pengadilan tingkat pertama atau tingkat banding maka putusan akan berbunyi lain dari pda yang telah dijatuhkan;

3. Untuk mengajukan Peninjauan Kembali, pasal ini memberikan batasan secara limitatif terhadap yang dapat diajukan sebagai alasan permintaan peninjauan kembali suatu putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Sehingga peninjauan kembali tidak dapat dilakukan diluar alasan Pasal 263 ayat (2) KUHAP.
 
Berkaitan dengan asas nebis in idem, Pasal 268 ayat (3) KUHAP menjelaskan bahwa permintaan PK atas suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja. Asas tersebut juga diatur di Pasal 76 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yaitu:
 
Kecuali dalam hal putusan hakim masih mungkin diulangi, orang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang oleh hakim Indonesia terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang menjadi tetap. Dalam artian hakim Indonesia, termasuk juga hakim pengadilan swapraja dan adat, di tempat-tempat yang mempunyai pengadilan-pengadilan tersebut.
 
Untuk putusan pidana yang Anda maksud, berarti terhadap putusan pidana yang dimintakan PK tersebut menurut Pasal 268 ayat (1) KUHAP, tidak menangguhkan maupun menghentikan pelaksanaan dari putusan yang diajukan PK.
 
Putusan pidana pada tingkat pertama, banding, atau kasasi masih dikatakan mempunyai kekuatan hukum tetap selama belum ada putusan PK. Putusan PK dapat berdampak 2 hal menurut Pasal 266 ayat (2) KUHAP:
 
a. Apabila Mahkamah Agung tidak membenarkan alasan pemohon, Mahkamah Agung menolak permintaan peninjauan kembali dengan menetapkan bahwa putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu tetap berlaku disertai dasar pertimbangannya;

b. Apabila Mahkamah Agung membenarkan alasan pemohon, Mahkamah Agung  membatalkan putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu dan menjatuhkan putusan yang dapat berupa:
1. Putusan bebas;
2. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum;
3. Putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum;
4. Putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
 
Perlu dipahami bahwa pidana yang dijatuhkan dalam putusan PK tidak boleh melebihi pidana yang dijatuhkan dalam putusan semula.
 
Dengan demikian terhadap putusan PK yang membenarkan alasan pemohon adalah berkekuatan hukum tetap, dan putusan tersebut membatalkan putusan yang dimintakan PK itu. Hal ini didasari pula berdasarkan Pasal 266 ayat (2) huruf b KUHAP dan asas nebis in idem yang diatur di Pasal 268 ayat (3) KUHAP jo. Pasal 76 ayat (1) KUHP.
 
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.















Apa itu KASASI

 Apa itu Kasasi?

Kasasi adalah : Upaya hukum dari pihak yang merasa tidak puas dengan putusan pengadilan. tingkat banding = pengadilan tinggi dan dapat diajukan dalam tenggang waktu 14 hari sejak tanggal putusan kepada para pihak dan diajukan kepada Mahkamah Agung melalui pengadilan tingkat pertama yang memutuskan perkara tersebut.


PERMOHONAN KASASI


Legal Standing Pemohon Kasasi ( Pasal 44 ayat (1) UU MA)


Permohonan kasasi  diajukan pihak yang berperkara atau wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu dalam perkara perdata atau perkara tata usaha negara yang diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tingkat Banding atau Tingkat Terakhir di Lingkungan Peradilan Umum, Lingkungan Peradilan Agama, dan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara atau Terdakwa atau wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu atau Penuntut Umum atau Oditur dalam perkara pidana yang diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tingkat Banding atau Tingkat Terakhir di Lingkungan Peradilan Umum dan Lingkungan Peradilan Militer.


Perkara yang dapat diajukan kasasi (Pasal 43)


Permohonan kasasi dapat diajukan hanya jika pemohon terhadap perkaranya telah menggunakan upaya hukum banding kecuali ditentukan lain oleh Undang- undang.


Permohonan kasasi dapat diajukan hanya 1 (satu) kali.


Alasan Permohonan Kasasi (Pasal 30)


Pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;

Pengadilan salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;

Pengadilan lalai memenuhi  syarat-syarat  yang  diwajibkan  oleh  peraturan  perundang- undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.



Prosedur Pengajuan Kasasi (Pasal 46-48 UU MA)

Permohonan kasasi dalam  perkara perdata disampaikan  secara  tertulis  atau lisan melalui Panitera Pengadilan Tingkat Pertama yang telah memutus perkaranya, dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sesudah putusan atau penetapan Pengadilan yang dimaksudkan diberitahukan kepada pemohon.  Apabila tenggang waktu 14 (empat belas) hari tersebut telah lewat tanpa ada permohonan kasasi yang diajukan oleh pihak berperkara, maka pihak yang berperkara dianggap telah menerima putusan.

Setelah pemohon membayar biaya perkara, Panitera tersebut ayat (1) mencatat  permohonan kasasi dalam buku daftar, dan pada hari itu juga membuat akta permohonan kasasi yang dilampirkan pada berkas perkara.

Selambat-lambatnya  dalam  waktu  7  (tujuh)  hari  setelah  permohonan  kasasi terdaftar, Panitera Pengadilan Dalam Tingkat Pertama yang memutus perkara tersebut memberitahukan secara tertulis mengenai permohonan itu kepada pihak lawan.

Dalam  pengajuan  permohonan  kasasi  pemohon  wajib  menyampaikan  pula memori  kasasi  yang  memuat  alasan-alasannya,  dalam  tenggang  waktu  14 (empat  belas)  hari  setelah  permohonan  yang  dimaksud  dicatat  dalam  buku daftar.

Panitera Pengadilan yang memutus perkara dalam tingkat pertama memberikan tanda  terima  atas  penerimaan  memori  kasasi  dan  menyampaikan  salinan memori  kasasi  tersebut  kepada  pihak  lawan  dalam  perkara  yang  dimaksud dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari.

Pihak lawan berhak mengajukan surat jawaban terhadap .memori kasasi kepada Panitera sebagaimana dimaksudkan ayat (1), dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya salinan memori kasasi.

Setelah menerima memori kasasi dan jawaban terhadap memori kasasi sebagaimana  dimaksudkan  Pasal  47,  Panitera  Pengadilan  yang  memutus perkara  dalam  tingkat  pertama,  mengirimkan  permohonan  kasasi,  memori kasasi, jawaban atas memori kasasi, beserta berkas perkaranya kepada Mahkamah Agung dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari.

Panitera Mahkamah Agung mencatat permohonan kasasi tersebut dalam buku daftar dengan membubuhkan nomor urut menurut tanggal penerimaannya, membuat  catatan singkat  tentang  isinya,  dan melaporkan  semua  itu kepada Mahkamah Agung.

Prosedur Penyampaian Tambahan Memori Kasasi

Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 46 dan 47 Pasal 70, 71, dan 72 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, prosedur pengajuan permohonan kasasi/peninjauan kembali, penyampaian memori dan kontra memori kasasi harus disampaikan kepada pengadilan tingkat pertama yang memutus perkara yang diajukan upaya hukum dalam tenggang waktu yang telah ditentukan. Ketentuan tersebut juga secara analogis diberlakukan bagi tambahan memori/kontra memori

Bahwa apabila dokumen tambahan memori/kontra memori tersebut disampaikan langsung ke Mahkamah Agung, maka akan dokumen tersebut akan dikembalikan ke pengadilan tingkat pertama yang terkait;

Bahwa terhadap dokumen tambahan memori kasasi/PK yang disampaikan melewati ketentuan jangka waktu yang ditetapkan oleh Undang-Undang hal tersebut hanya bersifat informasi biasa (ad informandum)  bukan  menjadi bahan  pertimbangan majelis hakim; Perhatikan SEMA 20 Tahun 1983 ;

“Tambahan Memori Kasasi yang disampaikan  di luar tenggang waktu 14 hari, maka tambahan tersebut hanya berlaku sebagai  bahan ad informandum bagi  Mahkamah Agung dan tidak dipertimbangkan sebagai  alasan kasasi yang membatalkan  putusan”

Pencabutan Permohonan Kasasi (Pasal 49 UU MA)

Sebelum permohonan kasasi diputus oleh Mahkamah Agung, maka permohonan tersebut dapat dicabut kembali oleh pemohon, dan apabila telah dicabut, pemohon tidak dapat lagi mengajukan permohonan kasasi dalam perkara itu meskipun tenggang waktu kasasi belum lampau.

Apabila  pencabutan  kembali  sebagaimana  dimaksudkan  ayat  (1)  dilakukan sebelum berkas perkaranya dikirimkan kepada Mahkamah Agung, maka berkas perkara itu tidak diteruskan kepada Mahkamah Agung.

Bahwa permohonan pencabutan oleh Pemohon Kasasi/PK yang perkaranya sudah diregister di Mahkamah Agung, harus disampaikan melalui pengadilan tingkat pertama dan dibuatkan akta pencabutan oleh Panitera Pengadilan, selanjutnya dikirim oleh pengadilan kepada Panitera Mahkamah Agung.

Siapa yang berhak memutuskan kasasi?

Pemeriksaan kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung, berdasarkan surat-surat dan hanya jika dipandang perlu Mahkamah Agung mendengar sendiri para pihak atau para saksi, atau memerintahkan Pengadilan Tingkat Pertama atau Pengadilan Tingkat Banding yang memutus perkara tersebut mendengar para pihak atau para saksi.

MAHKAMAH Agung menilai putusan kasasi sudah memiliki kekuatan hukum tetap dan sejatinya tidak menghalangi pelaksanaan eksekusi terhadap sebuah perkara.

Kapan putusan hakim dianggap inkracht?
Putusan pengadilan dinyatakan berkekuatan hukum tetap adalah ketika putusan tidak diajukan banding atau kasasi setelah 14 hari sejak putusan diucapkan atau diberitahukan kepada pemohon, maka putusan dinyatakan berkekuatan hukum tetap.


Upaya hukum apalagi setelah Putusan Kasasi ?





Pengertian Banding dalam Istilah Hukum

 

Pengertian banding dalam istilah hukum artinya Pertimbangan pemeriksaan ulang terhadap putusan pengadilan oleh pengadilan yang lebih tinggi atas permintaan terdakwa atau jaksa naik apel.


Penjelasan tentang apa itu banding dalam hukum dipaparkan berikut ini. Banding adalah salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan Negeri.


Aturan mengajukan banding adalah pihak dapat mengajukan banding apabila merasa tidak puas dengan hasil putusan Pengadilan Negeri kepada Pengadilan Tinggi melalui Pengadilan Negeri dimana putusan tersebut dijatuhkan.


Dengan diajukannya naik banding artinya maka pelaksanaan isi putusan Pengadilan Negeri belum dapat dilaksanakan, karena putusan tersebut belum mempunyai kekuatan hukum yang tetap sehingga belum dapat dieksekusi, kecuali terhadap putusan uitvoerbaar bij voorraad.



Apa itu Banding dalam Hukum? Aturan Banding dalam Hukum Pidana

Dalam hukum pidana, dasar hukum naik banding adalah diatur dalam pasal 233 sampai dengan pasal 243 pada Kitab Undang-Undang Acara Pidana (KUHAP). Peraturan tersebut memuat aturan tentang pemeriksaan tingkat banding dalam upaya hukum biasa atau hukum pidana banding.

Dalam aturan tersebut juga disebutkan bahwa permintaan banding dapat diajukan ke Pengadilan Tinggi oleh terdakwa atau oleh penuntut umum itu boleh diterima oleh panitera Pengadilan Negeri dalam kurun waktu tujuh hari sesudah putusan dijatuhkan.

Proses Perkara Banding Pidana
Prosedur Penerimaan Permohonan Banding:

1.     Membuat :
        1.1. Akta permohonan pikir-pikir bagi terdakwa.
        1.2. Akta pernyataan banding.
        1.3. Akta terlambat mengajukan pernyataan banding.
        1.4. Akta Pencabutan banding.

2. Permintaan banding yang diajukan, dicatat dalam register induk perkara pidana dan register banding masing-masing petugas register.

3. Permintaan banding diajukan selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari sesudah putusan dijatuhkan, atau 7 (tujuh) hari setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir dalam pengucapan putusan.

4. Permintaan banding yang diajukan melampaui tenggang waktu tersebut diatas tetap dapat diterima dan dicatat dengan membuat surat keterangan Panitera bahwa permintaan banding telah lewat tanggang waktu dan harus dilampirkan dalam berkas perkara.

5. Dalam hal pemohon tidak datang menghadap. Hal ini dicatat oleh Panitera dengan disertai alasannya dan catatan tersebut harus dilampirkan dalam berkas perkara.

6. Panitera wajib memberitahukan permintaan banding dari pihak yang satu kepada pihak yang lain.

7. Tanggal penerimaan memori, kontra memori banding dicatat dalam register dan salinan memori serta kontra memori disampaikan kepada pihak yang lain dengan relaas pemberitahuan.

8. Dalam hal pemohon belum mengajukan m,emori banding sedangkan berkas perkara telah dikirim ke Pengadilan Tinggi, Pemohon dapat mengajukannya langsung ke Pengadilan Tinggi, sedangkan salinannya disampaikan ke Pengadilan Negeri untuk disampaikan kepada pihak lain.

9. Selama 7 hari sebelum pengiriman berkas kepada Pengadilan Tinggi, Pemohon wajib diberi kesempatan untuk mempelajari berkas perkara tersebut di Pengadilan Negeri.

10. Jika kesempatan mempelajari berKas diminta oleh Pemohon dilakukan di Pengadilan Tinggi, maka pemohon harus mengajukan secara tegas dan tertulis kepada Ketua Pengadilan Negeri.

11. BerKas perkara banding bundle A dan bundle B dalam waktu selambat-lambatnya 14 hari sejak permintaan banding diajukan sesuai ketentuan pasal 236 ayat 1 KUHAP, harus sudah dikirim ke Pengadilan Tinggi.

12. Selama perkara banding belum diputus oleh Pengadilan Tinggi, permohonan banding dapat dicabut sewaktu-waktu, untuk itu Panitera membuat Akta Pencabutan banding yang ditanda tangani oleh Panitera, pihak yang mencabut Dan diketahui oleh Ketua Pengadilan Negeri. Akta tersebut dikirim ke Pengadilan Tinggi.

13. Salinan Putusan Pengadilan Tinggi yang telah diterima oleh Pengadilan Negeri, harus diberitahukan kepada terdakwa dan penuntut umum dengan membuat relaas pemberitahuan putusan.

14. Petugas register harus mencatat semua kegiatan yang berkenan dengan perkara banding dan pelaksanaan putusan ke dalam buku register terkait.

15. Pelaksanaan tugas pada meja kedua, dilakukan oleh Panitera Muda Pidana dan berada langsung dibawah koordinasi Wakil Panitera.

Berapa lama proses sidang banding?

Penyelesaian perkara pada Pengadilan Tingkat Banding paling lambat dalam waktu 3 (tiga) bulan termasuk penyelesaian minutasi.

Alur Upaya Hukum Pidana




Sedangkan Kontra Memori Banding adalah merupakan hak terbanding yang dituangkan dalam suatu risalah yang memuat bantahan atas isi memori banding yang diajukan oleh pembanding

Proses Setelah Banding apa?
Setelah putusan Banding diserahkan kepada pihak-pihak, para pihak apabila merasa ada kesalahan pada putusan tersebut dapat mengajukan Kasasi dalam tenggang waktu 14 hari setelah putusan diterima.





Amalan yang bisa membuat kebahagiaan dunia & Akhirat

 BARANG SIAPA MENGAMALKAN INI DOSA BESAR SEKALIPUN ALLAH AMPUNI