Musashi bukanlah negarawan,
keturunan bangsawan atau pun seorang jenderal kenamaan. Dia sekedar pendekar
pedang yang di separo akhir hidupnya kemudian mendalami seni. Sebagai pendekar
dia juga tidak mempunyai tuan (daimyo) tempat mengabdi. Sebagian besar hidupnya
dihabiskan dengan menjadi samurai pengembara (shugyosha) yang menjelajahi
seantero Jepang dan tetap bebas merdeka dengan menjadi ronin (samurai tak
bertuan).
Namun sebagai pendekar pedang, dia
bukanlah pendekar kebanyakan. Sampai usia 30 dia telah melakukan sekitar 60
pertarungan dan tak sekalipun terkalahkan. Kemenangan pertama diperoleh di usia
13 tahun, dengan menewaskan seorang pendekar yang lebih tua. Ini sangat luar
biasa mengingat dia tidak mempunyai guru formal yang mengajarinya bermain
pedang. Padahal lawan bertarungnya adalah pendekar-pendekar terkenal yang
berasal dari perguruan besar pula.
Duel Musashi yang paling terkenal
adalah saat melawan Sasaki Kojiro di pulau Funa (terletak antara Honshu dan
Kyushu ). Menurut cerita, orang Jepang masih membicarakan duel ini sampai
sekarang. Waktu itu Kojiro juga telah mendapatkan reputasi sebagai pemain
pedang tak terkalahkan di provinsi barat. Kojiro menggunakan pedang panjangnya
yang terkenal –dinamai Galah Pengering- sedang Musashi membawa pedang kayu
–sebagaimana sering digunakan dalam duel-duelnya yang lain- yang diukirnya dari
sebatang dayung. Pertarungan diakhiri dengan tewasnya Sasaki Kojiro.
Setelah pertarungan itu Musashi
mulai lebih sedikit terlibat pertarungan, apalagi yang sampai membawa kematian
lawannya. Dia menjadi terfokus untuk mendalami semua seni. Di masa tuanya dia
dikenal sebagai seniman dengan banyak kebisaan. Melukis dengan tinta india,
kaligrafi, hingga membuat patung. Lagi-lagi seperti kemampuannya bermain
pedang, kematangan seninya pun diperolehnya dengan tanpa guru.
Di akhir hidupnya Musashi menulis
buku yang kemudian menjadi master piecenya. Kitab tipis yang diberinya judul
Kitab Lima Lingkaran, yang tetap terkenal hingga sekarang. Buku ini berisi
perenungannya tentang Jalan Pedang dan berisi pemikiran tentang filosofi
hidupnya. Disebut Lima Lingkaran karena dia membagi bukunya menjadi lima bab:
Bab Tanah, Api, Air, Angin, dan Kehampaan.
Melihat sepintas cerita hidupnya, barangkali
inilah yang membuat pengaruh Musashi begitu besar buat orang Jepang. Menilik
dari asal-usul Musashi bukanlah keturunan klan yang terkenal. Padahal di jaman
feodal, klan bisa berarti segalanya. Kemandirian dan kemerdekaannya juga
membuat banyak orang kagum. Tak pernah dia memiliki guru ataupun tuan
sebagaimana samurai kebanyakan pada waktu itu.
Ada satu cerita menarik saat Musashi
akan bertempur melawan Klan Yoshioka. Sebelum pertempuran dia sempat masuk ke
satu kuil dan berdoa memohon bantuan para dewa. Beberapa waktu setelah berdoa,
rasa malu kemudian melandanya. Musashi berpendapat tak layak dia menggantungkan
diri pada dewa. Meski dia menghormari dewa-dewa tapi hanya dirinya sendiri lah
yang seharusnya diandalkan.
Ringkasnya Musashi adalah seorang
yang mencapai puncak karena self-made, tanpa koneksi atau keturunan. Dan
pencapaian itu dia bayar dengan tekad baja, kemandirian, kerja keras, disiplin,
integritas dan ketekunan yang tiada tara.
Nilai-nilai inilah yang tentu masih
dianut kuat oleh orang Jepang. Melihat Musashi membuat mereka seakan melihat
diri mereka sendiri. Musashi adalah model Jepang, figur dimana mereka ingin
menjadi.
sampe dibikin statue ny juga loo
Kalo di versi game Samurai Warriors terbitan Koei gini nih
figurnyaaa..
Gw plg suka bagian ini gan. bener2 bisa jadi poin2 pedoman
kita malu
Musashi Miyamoto no Dokudo, atau Musashi’s self path reliance :
Musashi Miyamoto no Dokudo, atau Musashi’s self path reliance :
Jangan pernah melanggar aturan dan
norma tradisi.
Jangan pernah mengharapkan saat-saat santai
Jangan pernah menyesali apa yang sudah terjadi
Jangan pernah iri dengan keberuntungan orang lain, atau
karena kesialan kita
Jangan pernah menyesali perpisahan dengan apapun dan
kapanpun
Jangan pernah menyalahkan orang lain dan juga diri sendiri
Jangan pernah mengeluh tentang orang lain maupun diri
sendiri
Jangan pernah mendekati cinta
Jangan pernah mempunyai kesukaan ataupun ketidaksukaan
terhadap sesuatu
Jangan pernah mengeluh tentang tempat tinggal, apapun
kondisinya.
Jangan pernah menginginkan makanan enak untuk diri sendiri
Jangan pernah percaya/memiliki barang antik/jimat
Jangan pernah menyesali kebaikan kita kepada orang lain
Jangan pernah mengimpikan rumah idaman yang nyaman di masa
tua
Jangan pernah terlalu memikirkan kepentingan pribadi.
Jangan pernah meninggalkan jalan Beladiri
Lebih baik kehilangan nyawa dari
pada kehilangan harga diri dan nama baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar